Sunday 29 March 2015

Belajar Langsung dari Orang Jepang

Sebelumnya, gue udah nyeritain lika liku gue dalam belajar bahasa jepang, lebih tepatnya tentang manfaat yang didapat. Yak, tanpa disadari, gue bisa dapet kesempatan "belajar toto kromo dan tete bengeknya" dari orang jepang langsung which is guru gue di kelas. 

Oiya, rupanya, di kelas kita tidak diinstruksikan untuk memanggil pengajar dengan sebutan "sensei" melaikan hanya memanggil nama dan tentu saja ditambah san dibelakangnya. Rupanya, untuk di jepang sendiri, sensei lebih mengacu pada guru formal dan dokter atau yang memiliki keahlian khusus lain.



Guru yang mengajar kami sehari-hari ada dua orang yang bergantian masing-masing sekitar 1 setengah jam. Felix san, mungkin umurnya hanya beberapa tahun diatas kita. Konon katanya sudah 6 tahun terakhir di Jepang untuk sekolah dan bekerja, tapi rumah sih bogor. Jadilah beliau ini yang ngajarin tenses kita, mungkin karena kemampuan bahasa beliau imbang, Indonesia dan Jepang. 

Yang kedua yaitu Sakamaki san, beliau ini kelihatannya sudah lebih dewasa. Asli Jepang, ngekos di Kutek, sisanya enggak tau lagi karena nggak berani nanya. Takut bo, kan orang luar pasti nggak kaya orang Indonesia yang bisa kita tanya seenak udel. Beliau ini bahasa Indonesianya masih campur-campur alias nggak begitu lancar, tapi udah lumayan bagus buat orang asing, jadilah beliau yang menjadi pendamping kami terkait latihan-latihan, intinya yang nggak perlu bahasa Indonesia terlalu panjang. Nah dari beliau inilah gue bisa melihat “etos-etos” kerja dan berkehidupannya orang Jepang.

·         Amat tepat waktu
Beberapa kali gue melihat contoh langsung dari hal ini. Beliau akan datang pada jamnya seharusnya datang dengan tepat tanpa terlambat semenit pun. Kalo kecepetan sih, sering. Pernah suatu kali, jam mengajar Felix san sudah habis, tapi Felix san masih di dalam kelas dan terus mengajar. Sakamaki san hajar aja tuh masuk kelas dan “negor” felix san. Felix san merasa jamnya belum habis. “Berantem” lah mereka soal sekarang jam berapa. Rupanya jam tangan felix san yang kelambatan. Hahahaha. Coba kalo di Indonesia, ngeliat guru sebelumnya masih asyik ngajar pasti (ya kebanyakan lah) guru setelahnya bakalan diem aja malah asik jamnya molor berarti waktu kerjanya berkurang. Hehehe

·         Kerja dengan sistematis
Sistem yang diberikan untuk sesi latihan ini nggak melulu dengan ngisi soal dibuku, tapi juga dengan latihan tanya jawab dengan teman, mengulang kosakata dengan gambar, mengulang membuat kalimat secara langsung, mengulang membaca kanji, bahkan dengan main game. Dengan berbagai jenis latihan itu, semua bisa dipenuhi dalam waktu yang telah ditentukan, 1 jam 30 menit, setiap sesi jenis latihan sudah dirinci berapa menit menitnya. Nggak ada yang ketinggalan atau “sisanya besok ajadeh” atau “belum buuuuu” kaya kita biasanya.

·         Konsisten pada peraturan
Kondisi pintu kelas kami memang udah nggak bisa ditutup terlalu rapat lagi. Sakamaki san memang pernah bilang, semua yang masuk harus menutup pintu kembali. Suatu saat, di tengah pelajaran, pintu terbuka. Sakamaki san menyuruh untuk menutup. Refleks yang paling deket sama pintu bangun dong untuk nutup, lalu Sakamaki san melarang dan bilang, harus ngaku siapa yang terakhir masuk dan dia pulalah yang harus menutupnya (padahal emang karena kebuka sendiri). Wow. Sejak saat itu, kita selalu ganjel pintu dengan kursi biar nggak salah paham lagi.
Pernah juga di awal awal ada yang kena tegur karena ngeliat kebawah terus yang rupanya ada hp, beliau bilang lihat sedikit nggak apa apa, tapi kalau terus-terusan jangan. Bahkan beliau bilang gini “Kalau di Jepang nggak boleh menggunakan HP saat belajar di kelas, semua dimatikan, disini nggak ya?” Jleb.

·         Jujur & ulet
Setiap latihan, akan datang masa dimana nama kita dipanggil bergantian untuk menjawab soal. Kalau emang kita nggak bisa, dia akan menginstruksikan “ya coba dibantu” supaya teman yang lain memberikan jawaban yang benar. Tapi jangan harap ketika ujian bisa begitu. Setiap minggu, kita dirandom untuk maju menampilkan hafalan kaiwa (percakapan) sekitar 5-10 kalimat perorang. Ketika ada yang lupa lalu pasangan kaiwanya membisikkan bantuan, akan langsung ditegur oleh beliau. Jadi, kita harus nunggu aba-aba untuk membantu atau nggak. Begitu pula saat ujian, jangan harap bisa tanya-tanya teman.

·         Menjalankan tugas dengan sepenuh hati
Nggak ada tuh ceritanya beliau keliatan nggak semangat atau males-malesan ngajar. Selalu all out. Keliling-keliling meriksain tulisan kanji kita, dengerin latihan percakapan kita dan lain-lain. Ada suatu waktu, salah satu teman membawa 2 loyang kue dan memang menyisakan untuk Sakamaki san, beliau yang memang sudah jamnya masuk sedang menaruh tas di meja guru. Teman tadi kemudian menghampiri dan menawarkan kue tadi. Kemudian beliau menolak dengan sopan dan mengatakan “nanti saja” wow lagi! Beliau tau itu sudah jam mengajar dan nggak ada alasan buat dia buat makan. Kalo di kita, makan kue sampe setengah jam juga gakpapa deh. Hahahahha

Yak, itu tadi beberapa hal positif yang gue notice yang bisa gue pelajari langsung dari orang Jepangnya asli. Buat gue sendiri jujur hal itu susaaaaah banget buat diterapin di sini. Jadi, sudah siapkah anda untuk hidup/bekerja/sekolah di Jepang? :D

Friday 27 March 2015

His Home

"Besok ada kuliah jam berapa?"
"Mmm.. Paling jam 11 Ma, bimbingan doang. Tapi nggaktau sih temen Fitri belum bales juga, biasanya berduaan janjiannya"
"Oh, siang banget dong. Yaudah sana mandi, Fit. Pulang besok kan"
"Hehehe hehehe. Sebenernya jenuh juga sih Ma di kosan terus"

His mom.
Yang walaupun nggak akan bicara dengan intonasi keraton, tapi selalu membukakan pintu pagar dengan senyuman. Selalu menanyakan sudah solat atau belum, menyuruh mandi ketika maghrib tiba sembari menyodorkan handuk bersih, dan menaruh sepasang baju kepunyaan anak perempuannya untuk gue pakai seusai mandi dengan tak lupa menanyakan apakah baju tersebut muat atau tidak di gue (yang tentu saja selalu kebesaran). Bertukar cerita sambil makan malam duduk di lantai. Sesekali tertawa kelewat geli, atau khusyuk bercerita tentang masa lampau

Pagi-pagi menyiapkan teh hangat yang gulanya belum dituang, mengobrol di depan televisi sampai jam sembilan. Memasakkan makan siang bila sempat, melarang pulang bila hujan, dan melambaikan tangan ketika motor yg dikendarai anaknya bergerak maju menuju stasiun. With me on the backside.

And his little sister, yang akan menanggapi ocehan gue dengan "oiyaaa?". Lalu tidur belakangan karena masih menonton bioskop malam di tv.

His home. Yang tak pernah gagal membuat gue tenang.

Usia, Kesempatan dan Pilihan

Mungkin memang usia early 20's seperti gue sekarang adalah masa masa paling "rawan". Kalo usia dibawah 20 adalah masa dimana seseorang belum memikirkan sebab akibat akan sesuatu, belum sadar akan resiko, maka di early 20's ini justru lagi sadar-sadarnya sama resiko, itung-itungan atau apalah namanya. Tapi celakanya, makhluk Tuhan di usia ini terlalu ribet mikirin itungan itu sampe ga jadi jadi ambil keputusan, yang sayangnya terkait masa depannya sendiri *ngomong sama kaca, ya kan Ca?*

Masa-masa peralihan. Istilahnya tuh bakal ada beberapa keluaran yang mungkin: ada yg ga sukses move on dari masa remajanya, ada yang setengah mati maksa biar bisa jadi dewasa, ada yang sukses jadi dewasa dan ada juga yang pasrah sama keadaan. Let it flow aja brow.

Tepat seperti yang sedang gue rasakan sekarang. Antara karena memang terlalu jenuh akan rutinitas selama 4 tahun belakangan ini, terlalu bengah mengingat tanggung jawab yang tak kunjung usai, or simply karena memang gue pengecut bahkan untuk menghadapi my own future.

Di satu sisi gue ingin segera menyelesaikan apa yang sudah gue mulai 4 tahun lalu *yang juga gue mulai dengan susah payah* yang kalau diibaratkan tuh seperti cepirit yang udah tinggal ampasnya doang, dikit, tapi tetep aja masih nyisa dan baunya gak ketulungan. Ya, lulus lalu bekerja sebisanya dan sepahamnya, ngumpulin uang sedikit demi sedikit sampe cape, baru mikirin kehidupan selanjutnya. Hambar. Ya, layaknya orang normal aja gitu.

Sisi lain dari diri gue terus menyemangati diri sendiri untuk menyelesaikan hal kedua yang sudah gue mulai setahun yang lalu. Gile bok, tinggal setengahnya lagi. Gitu kalo kata orang-orang. Sehingga kalimatnya akan menjadi menyelesaikan keduanya dengan bahagia. Lalu kabur ke Jepang, ke Australia, ke Belanda kemanalah. Cari selain rupiah atau kuliah lagi pake beasiswa. Meres otak lagi, jadi peneliti kece, pulang ke Indonesia dengan superbangga. Edisi orang jenius.

Sisi yang lain, cuma pengen nemuin sesosok laki-laki yang mengayomi, yang bener-bener bisa nemenin, pulang ke rumah yang sama setelah ketawa-tiwi seharian, ngetawain kebodohan hari itu. Punya anak tiga yang ngences sana sini, nunggu suami pulang dari KRL pepes, tidur dengan genteng bocor, lauk di meja makan cuma tempe goreng, tapi hati bahagia. Tentram. Nyaman. Nggak butuh apa-apa lagi.

Tapi satu sudut hati yang lain, cuma pengen kabur bawa seluruh duit yang dipunya, pergi tanpa tujuan pasti, ke belantara pedalaman dan pulang tiga bulan kemudian dengan uang recehan, muka dekil dan hitam, tapi membawa pulang hati yang hangat. Hangat karena membuat orang lain bahagia dengan "tindakan super sederhana" kita.

Belum dewasakah gue? Ya. Pasti

Friday 20 March 2015

Bukan Sekadar Belajar Bahasa

Nggak kerasa sudah dua bulan lebih gue ikut training bahasa Jepang (gratis, catat, G R A T I S) dari Revo Community, dalam program bernama Asean Recruiting Project, walah kece banget namanya. Yang kalo gue boleh nebak itu semacam suatu lembaga yang menyalurkan tenaga kerja asing, dalam hal ini dari beberapa negara asean ke negara tujuan yaitu jepang. 

Nah, sebelum kandidat ini di seleksi untuk bisa masuk ke perusahaan jepang, maka wajiblah di training agar bisa bahasa jepang, yaitu minimal memegang sertifikat JLTP N4 (level conversation)
Terhitung sudah beberapa kali gue mengikuti ujian, sebut saja:
  • ujian dasar hiragana dan katanaka (2 kali)
  • ujian tenses (3 kali)
  • ujian kanji (3 kali)
total 8 kali dalam kurun waktu 2 bulan 1 minggu belum termasuk hapalan kaiwa (percakapan) yang diuji secara random. Yah kalau dirata-rata, bisa dibilang tiap minggu ujian deh (waktu tulisan ini di edit, 29 maret bahkan udah nambah dua ujian lagi dan besok udah punya utang supichi alias speech di depan kelas hahaha)

Yah walaupun gue hanyalah anak yang biasa biasa saja bahkan bisa dibilang cenderung kurang di kelas, gue tetap cukup bersemangat untuk datang setiap sorenya. 5 kali dalam seminggu selama masing-masing kurang lebih 1-3jam mendengar, mencoba berbicara, membaca dan menulis dengan bahasa asing yang hurufnya juga asing rupanya memberikan pengalaman tersendiri. 

Maklum aja, selama inikan gue (dan kebanyakan dari kita) pakenya bahasa ibu, selain itu paling-paling bahasa Inggris mixed waktu sekolah, lalu les bahasa Chinese yang cuma 1-2kali seminggu, belum ada yang seintens ini (dan guepun ga kuliah jurusan sastra negara tertentu)

Walaupun gue susah fokus dikelas, banyak nanya tetangga kanan kiri, nilai ujian jeblok, hobi bengong di kelas, tapi training ini mengajarkan banyak hal lebih dari sekadar belajar bahasa 

1.      1Membuat gue menjadi lebih giat dan pantang menyerah
Gimana nggat giat. Materi seabrek meliputi puluhan kosakata yang harus dihapal setiap harinya, tenses yang agak sulit dipahami (nggak kaya bahasa inggris yang lumayan jelas aturannya), dan kanji lucu-lucu yang juga harus dihapal minimal cara membaca plus artinya; beat pembelajaran yang super cepet; plus emang gue kagak ada keturunan jepang sama sekali (you dont say) mau nggak mau membuat gue menjadi lebih giat (versi gue).

Gue yang seumur sekolahnya jaraaaaaaaang banget belajar, palingan ngerjain tugas doang itupun selalu SKS atau Sistem Kebut Beberapa Jam, mendadak jadi suka buka-buka buku, melototin kanji, mikir-mikir lucu setiap malemnya, setiap ke warteg dan setiap ke WC (oke ini lebay). Udah gitu, nilai gue masih juga dapet 19!! (Nilai maksimum 50) Huahahaha inilah kenapa gue bisa bilang “pantang menyerah”!!

2.       2. Membuka ruang baru untuk pergaulan
Harus diakui, hidup sebagai makhluk tingkat akhir membuat circle pertemanan gue semakin kecil. Beda sama waktu maba dulu yang bisa dengan mudah berteman dengan siapa saja dan darimana saja. Temennya si ini, temen temen temennya si ini, hajar. Tapi sekarang, mungkin circle dekat gue bisa dihitung pakai jari. Lu lagi lu lagi. Dengan ikut kelas ini, gue jadi ketemu dengan banyak orang baru, belajar bersosialiasi lagi, dapet lingkup yang berbeda dari yang biasanya gue hadapi. Lumayan membuat segar, tidak hanya karena subjeknya tapi juga karena materinya yang “diluar” dari kancah pembelajaran formal gue yang ipa banget. Selain itu, dikelas sering muncul celetukan-celetukan yang sering bikin ngakak (orang jepang suka bikin kata-kata aneh-aneh sih)

3.      3.  Memberikan kesempatan untuk belajar langsung dari orang jepang
Bukan hanya tentang materi pelajaran tapi juga tentang sikap dan sifat. Yang ini kayaknya perlu diceritain tersendiri. Hehehe

Ya, itu tadi sekelebat suka duka gue dari les yang sudah gue jalanin rutin selama 2 bulan terakhir ini, mudah-mudahan gue dan teman-teman bisa betah dan berjuang hingga titik darah penghabisan. Ganbarimasu minna san!
 

Saturday 14 March 2015

Blue Sky Collapse

As I walk to the end of the line
I wonder if I should look back
To all of the things that were said and done
I think we should talk it over

Then I noticed the sign on your back
It boldly says try to walk away
I go on pretending I'll be ok
This morning it hits me hard that

Still everyday I think about you
I know for a fact that's not your problem
But if you change your mind you'll find me
Hanging on to the place
Where the big blue sky collapse

As I stare at the wall in this room
The cracks they resemble your shadow
When everyday I see time goes by
In my head everything stood still

I'm waiting for things to unfreeze
Till you release me from the ice block
It's been floating for ages washed up by the sea
And it's drowning, thought you should know that

You see people are trying
To find their way back home
So I'll find my way to you

"Its not the kind of sadness where you cry all the time, but more like the sadness that overwhelms your entire body. It leaves your heart aching and your stomach empty. It makes you feel weak and tired, yet you can't sleep 'cause even the sadness is in your dreams too. Its almost like a sadness you can't escape."

Saturday 7 March 2015

Lagi

Selamat tanggal 7 ke 43 :)

Mudah-mudahan Allah meridhoi kita menjadi pasangan dunia akhirat yg bisa saling melengkapi, menyempurnakan sebagian agama kita :)
Mudah-mudahan insya Allah diluruskan niat dan disegerakan, dibukakan jalan tuk menjadi keluarga, bisa berkumpul bersama tak terpisah jarak lagi :) aamiin ya Rabbal alaamiin
Terimakasih selalu mempercayaiku, terimakasih mengajariku tuk percaya, kamu selalu tau aku mau ngomong apa lagi :)